FOKUS PA21
Media Sosial untuk Studi Alkitab bagi Digital Native
Oleh: Nikos
[Dalam rangka Rapat Visi SABDA 2020]
Seiring perkembangan zaman, manusia mengalami perubahan pola komunikasi, baik jarak dekat maupun jauh. Sebelum berkembangnya telepon kabel, surat mungkin menjadi alat komunikasi terbaik saat itu. Ketika telepon kabel mulai marak dipakai, muncul lagi ponsel dengan fitur SMS-nya atau komputer dengan surelnya. Untuk generasi saat ini (digital native), mereka memanfaatkan media sosial untuk berkomunikasi melalui ponsel pintar. Kepraktisan serta ruang yang diberikan media sosial nyatanya mampu mewadahi kebutuhan orang-orang generasi ini, yaitu berkomunikasi, berelasi, menunjukkan eksistensi diri, dan mengekspresikan keresahan pribadi. Namun, sebelum melangkah lebih jauh, kita perlu mengerti terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan digital native.
Menurut Marc Prensky (2001), seorang digital native adalah seorang yang sejak lahir sudah dikelilingi perkembangan teknologi, seperti: komputer, gawai, dan internet. Adopsi teknologi sudah terjadi sejak dini sehingga mereka disebut sebagai "penutur asli" bahasa digital (game, internet, dll.). Ada dua hal dari digital native yang bisa kita lihat, yaitu dari pandangan umum dan gereja.
Kondisi Digital Native secara Umum
Mereka mengenal dunia internet sejak dini, sangat peduli dengan identitas/keberadaan mereka, cenderung lebih open-minded, suka kebebasan dan tidak suka diatur serta memiliki kemampuan belajar yang lebih cepat daripada generasi sebelumnya karena kemajuan teknologi dan akses informasi yang cepat pula. Dari sisi ini, ada dampak yang terjadi, yaitu mereka menjadi lebih tidak sabaran serta ingin serba instan dan cepat, termasuk dalam membangun relasi.
Kondisi Digital Native di Gereja
Dari sisi gereja, generasi digital native merasa perannya kurang dihargai/dipakai, menganggap gereja sering menyalahkan budaya masa kini, dan menganggap gereja itu kuno atau ketinggalan zaman sehingga berakibat pada jumlah kehadiran di gereja yang cenderung menurun. Menurut pernyataan Direktur Jenderal (Dirjen) Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat (Bimas) Kristen Kementerian Agama RI, Prof. Dr. Thomas Pentury, M.Si., menyebutkan bahwa 50% generasi milenial penganut agama Kristen di Indonesia meninggalkan gereja. Kemudian, menurut survei Bilangan Research Center pada 2017, sebanyak 36.5% anak muda (digital native) Kristen di Indonesia jarang membaca Alkitab dan 4.6%-nya tidak pernah membaca Alkitab.[1] Jika hal ini benar adanya, kita semua, sebagai orang Kristen, bertanggung jawab untuk mengembalikan hasrat mencari kerajaan Allah dan menggali kebenaran firman Tuhan kepada mereka. SABDA melihat ini menjadi sebuah tantangan untuk menarik generasi digital native agar mau belajar Alkitab dengan cara-cara kreatif agar mereka semakin mudah menerima Firman.
Mengapa mereka menggunakan media sosial?
Pertama, karena media sosial memenuhi kebutuhan dasar mereka -- membangun komunitas. Melalui media sosial, mereka bisa membangun komunitas dengan skala besar, tidak terbatas, luas, lebih berkembang, dan tidak perlu bertemu secara langsung (face-to-face).
Alasan kedua adalah karena mereka terbiasa dengan budaya serba cepat/instan dan media sosial mengakomodasi kebiasaan tersebut. Media sosial menjadi wadah untuk saling bertukar gagasan dengan cepat dan kreatif serta menjadi wadah untuk ekspresi diri agar keberadaan mereka diakui orang lain.
Bagaimana seharusnya digital native menggunakan media sosial?
Yang menjadi dasar dalam bermedia sosial adalah rasa tanggung jawab, memiliki tanggung jawab dalam menghormati orang lain, mengasihi, dan menebar kebaikan yang bisa dilakukan melalui peran mereka masing-masing. Ada banyak contoh di luar sana yang melakukan aplikasinya, seperti PESTA. Tidak ada alasan media sosial tidak digunakan belajar Alkitab. Banyak fitur media sosial yang bisa dimanfaatkan sebagai sarana untuk belajar, walaupun masih ada kekurangannya.
Penutup
Banyak tokoh yang memanfaatkan teknologi terkini pada masanya untuk mewartakan kebenaran firman Tuhan. Paulus, misalnya, yang menggunakan pena dan perkamen untuk menulis surat-suratnya atau Billy Graham yang memanfaatkan media televisi untuk memberitakan firman. Berkaca dari mereka, tentunya tidak ada alasan lagi untuk tidak mempelajari dan mengabarkan firman Tuhan melalui salah satu pola komunikasi terkini, yaitu media sosial. Ini akan menjadi new normal dalam PA untuk generasi muda. Sudah siapkah kita?
Untuk menonton video dari materi di atas atau versi terbarunya, Anda dapat melihatnya dalam YouTube SABDA Alkitab atau situs SABDA Live.
|