Seseorang memperhatikan Alkitab Studi yang saya bawa dan berkata, "Itu judul yang aneh."
Dia menunjuk ke punggung Alkitab itu. Saya berdiri terdiam sejenak, mencoba memahami apa yang dia maksud.
"Bukan masalah kata "Alkitab" dalam judul itu," lanjutnya. "Tetapi, sampul Alkitab yang pernah saya lihat selalu bertuliskan 'Alkitab' saja. Saya mulai paham apa yang dipikirkan orang ini. "Kata 'Studi' pada judul sebuah Alkitab tidak masuk akal bagi saya."
Saya pun menjelaskan kepadanya bahwa yang saya pegang ini adalah sebuah Alkitab dengan catatan penjelasan untuk membantu pembaca memahami kata-kata, ide, konteks, dan makna keseluruhan teksnya. Saya melanjutkan dengan menjelaskan bahwa Alkitab Studi ini sarat dengan catatan kaki, peta, definisi, data latar belakang, dan alat bantu studi lainnya. Dia masih terlihat bingung, jadi saya menawarkan untuk mengirimkan salinannya sebagai hadiah, dan dia menerimanya dengan sukacita. Dia tampak sangat takjub dan tertarik dengan gagasan untuk menyelidiki makna Alkitab secara hati-hati dan sistematis. Baginya, Alkitab tidak lebih dari sekadar relik suci yang dipajang sebagai simbol kesalehan.
Gagasan bahwa siapa pun selain akademisi yang mempelajari Alkitab dengan penuh perhatian adalah pemikiran yang baru bagi banyak orang. Mereka menganggap Alkitab sebagai sebuah buku mistik, sumber pemikiran untuk hari ini, buku pegangan bagi para pendeta, aksesori yang harus dibawa oleh para pengantin. Jika mereka membacanya, itu pun hanya sekadar untuk mengagumi fraseologi puitis atau memelajari kisah-kisah di dalamnya, seolah-olah Alkitab adalah buku mitologi. Atau, mereka mungkin secara acak memilih ayat untuk hari itu, seolah-olah mereka sedang membaca horoskop.
Bahkan, banyak orang yang menganggap diri sebagai kaum Injili yang solid, tidak pernah benar-benar memberikan diri mereka untuk mempelajari Alkitab dengan sungguh-sungguh. Dua puluh lima tahun yang lalu, setelah melakukan survei untuk menentukan seberapa baik orang mengenal Alkitab mereka, jajak pendapat George Gallup dan Jim Castelli menyimpulkan, "Orang Amerika menghormati Alkitab, tetapi pada umumnya, mereka tidak membacanya. Dan karena mereka tidak membacanya, mereka telah menjadi bangsa yang tidak memiliki literasi Alkitab."
Jika ada survei semacam itu pada hari ini, situasinya saat ini pasti lebih buruk. Terlepas dari (atau mungkin karena) melimpahnya informasi yang tersedia bagi kita melalui media penyiaran dan internet, generasi kita nyaris tidak tahu apa artinya belajar. Saat ini, orang-orang bisa mencari subjek apa pun di Google atau membaca entri Wikipedia dengan cepat sehingga mereka berpikir bahwa mereka memiliki informasi yang lebih baik daripada generasi sebelumnya. Namun, pengetahuan rata-rata orang saat ini mengenai topik tertentu lebih dangkal, dan rentang perhatiannya lebih pendek, daripada orang-orang pada era mana pun sejak masa Pencerahan.
Tidak ada tren yang lebih nyata daripada dalam hal pengetahuan Alkitab. Orang awam yang benar-benar mempelajari Alkitab dengan sungguh-sungguh dan dengan pikiran yang jernih sangatlah langka saat ini. Bahkan di antara mereka yang menyebut dirinya sebagai kaum Injili yang percaya Alkitab, hanya sedikit yang sungguh-sungguh menganggap serius tugas yang dijelaskan oleh Paulus dalam 2 Timotius 2:15 (AYT): "Lakukanlah yang terbaik untuk mempersembahkan dirimu dengan layak di hadapan Allah sebagai pekerja yang tidak perlu malu, dan yang telah mengajarkan perkataan kebenaran dengan tepat." Perintah dalam kalimat tersebut sebenarnya berasal dari kata Yunani yang berarti "rajinlah bekerja", dan diterjemahkan dengan arti tersebut dalam kebanyakan versi modern. Jadi, yang diminta oleh ayat ini bukanlah keingintahuan biasa, melainkan studi yang cermat, telaten, dan teliti.
Ketika kita melalaikan tugas tersebut, kita tidak setia kepada Amanat Agung, perintah terakhir dan terpenting yang Yesus berikan kepada para murid-Nya. Perhatikan dengan saksama apa yang terkandung dalam perintah ini:
"Karena itu, pergilah dan muridkanlah semua bangsa, baptiskanlah mereka dalam nama Bapa, dan Anak, dan Roh Kudus, ajarkanlah mereka untuk menaati semua yang Aku perintahkan kepadamu; dan lihat, Aku selalu bersamamu, bahkan sampai kepada akhir zaman." (Matius 28:19-20, AYT)
Orang Kristen biasanya menganggap Amanat Agung sebagai mandat untuk penginjilan. Memang benar, tetapi ketika Yesus menjelaskan tugas tersebut, tugas itu tidak ada hubungannya dengan jenis skema pemenangan jiwa yang cepat dan kotor, yang cenderung diasosiasikan oleh penginjilan yang dilakukan oleh orang-orang Kristen pada zaman ini. Penekanan Yesus adalah pada pengajaran. Dalam teks bahasa Yunani, kata "pergi" bahkan bukan merupakan kata kerja utama. Terjemahan harfiahnya adalah, "Karena itu pergilah dan muridkanlah semua bangsa." Perintah ini kemudian segera dinyatakan kembali dengan cara yang membuat aspek didaktik dari instruksi Tuhan kita menjadi jelas: "Ajarkanlah mereka untuk menaati semua yang Aku perintahkan kepadamu."
Ini adalah tugas yang cukup luas, menjangkau "semua bangsa", membutuhkan penguasaan atas semua ajaran dan perintah Kristus, dan bertahan "sampai kepada akhir zaman". Mengingat cakupan misi yang begitu luas, perintah Yesus harus berlaku bagi setiap orang percaya di setiap zaman. Tugas yang disampaikan dalam ayat ini tidak mungkin hanya dipenuhi oleh sebelas murid yang disebutkan dalam Matius 28:16. Mandat ini juga bukan hanya untuk mereka. Alkitab memberi kita beberapa indikasi bahwa yang hadir pada kesempatan itu adalah sekelompok besar orang percaya.
Pada pagi hari kebangkitan, misalnya, Yesus berkata kepada para murid-Nya, "Jangan takut; pergi dan beritahukanlah saudara-saudara-Ku untuk pergi ke Galilea, dan di sana, mereka akan melihat Aku" (ayat 10, AYT). Dia tidak hanya berbicara tentang saudara-saudara-Nya secara harfiah (yang bahkan belum menjadi orang percaya; lihat Yohanes 7:5). "Saudara-saudara" yang Yesus maksudkan adalah semua murid-Nya dari Galilea, Yehuda, dan daerah-daerah di sekitarnya. "Siapakah ibu-Ku dan siapakah saudara-saudara-Ku?" -- adalah pertayaan-Nya yang terkenal dalam Matius 12:48. Kemudian, Dia langsung memberikan jawabannya: "Siapa saja yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang ada di surga, dialah saudara laki-laki-Ku dan saudara perempuan-Ku, dan ibu-Ku" (ayat 50 AYT; lihat Matius 25:40, 45). Dengan kata lain, semua orang percaya dari tempat mana pun adalah "saudara" yang Dia inginkan untuk datang ke Galilea, dan bertemu dengan Tuhan yang telah bangkit.
Tidak ada alasan lain bagi Yesus untuk pergi ke sana. Jika maksud-Nya adalah untuk bertemu dengan kesebelas murid-Nya, Dia dapat bertemu dengan mereka di Yerusalem. Di sanalah mereka berada ketika Yesus bangkit dari kematian. Dan hanya empat puluh hari kemudian, 120 orang percaya berkumpul di Ruang Atas pada hari Pentakosta.
Sebagian besar pelayanan publik Yesus berpusat di Galilea. Sebagian besar pengikut-Nya tinggal di wilayah itu. Tampaknya itulah alasan utama Yesus memilih Galilea sebagai tempat-Nya menampakkan diri. Setiap indikasi menunjukkan bahwa sejumlah besar murid-murid Yesus berkumpul di gunung itu ketika Dia memberikan Amanat Agung. Mungkin, inilah pertemuan yang digambarkan oleh Paulus dalam 1 Korintus 15:6 (AYT): "Ia menampakkan diri-Nya kepada lebih dari lima ratus orang saudara-saudara sekaligus." Tidak ada titik lain dalam kronologi pasca kebangkitan yang dapat dengan mudah menjelaskan penampakan Kristus kepada lima ratus orang sekaligus.
Jadi, Amanat Agung melampaui kesebelas murid, bahkan jauh melampaui kerumunan besar orang percaya di lereng gunung Galilea. Amanat Agung memanggil setiap orang percaya di segala zaman untuk mempelajari semua yang diperintahkan Kristus secara intens, jangka panjang, dan mendalam. Dan satu-satunya catatan yang sempurna tentang pengajaran Kristus sendiri adalah Alkitab. Terlebih lagi, doktrin Kristus dijalin ke dalam "Hukum Taurat Musa, kitab para nabi, dan Mazmur" (Lukas 24:44, AYT). Kristus adalah tema sentral dari "seluruh Kitab Suci" (ayat 27).
Adalah tugas setiap orang Kristen untuk mempelajari dan mengajarkan Alkitab. Itulah implikasi yang jelas dari Amanat Agung. Untuk taat kepada perintah Kristus dalam memuridkan, semua orang percaya -- bukan hanya pendeta dan pemimpin gereja -- "seharusnya sudah menjadi pengajar" (Ibrani 5:12, AYT). Adalah suatu tanda ketidakdewasaan rohani jika kita "belum berpengalaman dalam memahami ajaran tentang kebenaran" (ay. 13, AYT).
Tak peduli latar belakang Anda, Anda dapat menemukan seseorang yang lebih sedikit mengetahui tentang Kristus daripada Anda dan mengajar mereka. Jika Anda tidak memuridkan orang lain secara aktif sejauh Anda memiliki kesempatan, berarti Anda tidak taat kepada perintah Kristus.
Apa yang dapat kita lakukan untuk kembali ke jalur yang benar? Orang-orang percaya pada tahun-tahun awal Reformasi Protestan menghadapi dilema yang serupa. Karena cengkeraman Katolik Roma abad pertengahan terhadap akses orang terhadap Kitab Suci, buta huruf Alkitab tersebar luas serta Alkitab menjadi langka dan sangat mahal. Alkitab bahasa Inggris pertama yang terjangkau adalah Alkitab Jenewa. Alkitab ini merupakan Alkitab untuk belajar, penuh dengan catatan pinggir, referensi silang, dan bantuan lain yang dirancang untuk pembaca awam, bukan untuk kalangan akademis.
Alkitab Jenewa menjungkirbalikkan dunia. Alkitab mengobarkan api reformasi di dunia Barat, melepaskan pesan Injil, dan memunculkan gerakan Puritan yang mungkin merupakan ledakan terbesar dalam hal literasi Alkitab, khotbah ekspositori, dan kesalehan Kristen yang otentik sejak zaman para rasul.
Sejauh pengetahuan saya, sebuah studi Alkitab yang baik adalah satu-satunya alat yang paling ampuh dan nyaman untuk orang awam yang ingin mendapatkan pemahaman yang baik tentang Alkitab, dan diperlengkapi untuk memuridkan orang lain. Beberapa tahun yang paling bermanfaat dalam pelayanan saya dihabiskan untuk menulis catatan untuk studi Alkitab yang telah digunakan dalam pelatihan banyak murid. Kami telah diberkati dalam beberapa tahun terakhir ini dengan banyaknya studi Alkitab yang sangat baik dan sangat berguna. Harapan dan doa saya adalah bahwa orang-orang Kristen akan mengabdikan diri mereka untuk menggunakan alat-alat ini dengan tekun. Semoga kita melihat kebangkitan pemuridan yang sungguh-sungguh dan cerdas ketika kita bekerja bersama untuk memenuhi amanat Tuhan kita. (t/Jing-jing)
Diambil dari: | ||
Nama situs | : | ligonier |
Alamat artikel | : | https://learn.ligonier.org/articles/study-bibles-and-great-commission |
Judul asli artikel | : | Study Bibles and the Great Commission |
Penulis artikel | : | John MacArthur |
- Log in to post comments