Skip to main content

Menyerap dan Menerapkan Firman Allah

Dalam karya C.S. Lewis, "The Horse and His Boy" ("Kuda dan Anak Manusia"), terdapat pengulangan: "Di hadapan Tisroc (semoga dia hidup selamanya) (Tisroc adalah salah satu tokoh dari Kerajaan Calormene dalam kisah Narnia, yang ketika namanya diucapkan, setiap penduduk Calormene harus mengucapkan "semoga dia hidup selamanya". Jika tidak, mereka akan dianggap menghujat - Red.), satu-satunya respons yang dapat diterima adalah litani yang dipaksakan, 'Mendengar berarti mematuhi.'" Lewis mengulang bagian ini untuk meyakinkan pembacanya bahwa budaya Calormene, khususnya di ibu kota Tashbaan, merupakan salah satu kepatuhan yang tidak perlu dipertanyakan lagi.

Tashbaan mengingatkan kita pada semua yang kita bayangkan tentang Kerajaan Arab pramodern dari abad ke-10. Kepatuhan langsung dan penuh pada perintah Tisroc (semoga dia hidup selamanya), baik dengan pura-pura, takut, atau rela, merupakan norma budaya yang diharapkan.

Beralih dari genre fantasi anak-anak ke sastra fantasi dewasa, Lewis memberikan latar untuk The Screwtape Letters dalam modernitas tahun 1940-an. Dalam surat pembukanya, Screwtape menasihati muridnya yang masih muda, Wormwood, bahwa zaman sudah berbeda.

Itu mungkin terjadi jika dia hidup beberapa abad sebelumnya. Pada saat itu, manusia masih cukup tahu kapan suatu hal terbukti dan tidak; dan jika terbukti, mereka benar-benar percaya. Mereka masih menghubungkan berpikir dengan melakukan, dan siap untuk mengubah cara hidup mereka sebagai hasil dari rantai penalaran.

Apa yang merupakan aksiomatis pada masa lalu ("mendengar berarti mematuhi") telah menjadi sesuatu yang mencurigakan, tidak terhubung, dan opsional. Begitulah kutukan modernitas yang terus mengatur praktik kita hari ini. Pendidikan modern dan progresif telah berhasil mendorong irisan antara mengetahui dan melakukan, dan antara mendengar dan menerapkan. Agenda strategis Screwtape telah berhasil membawa dampak yang besar dan menghancurkan, bahkan di dalam gereja. Berkat modernitas, orang percaya tidak akan, dan mungkin tidak bisa, dengan setia menerapkan Kitab Suci dalam kehidupan mereka.

Dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak ada pemahaman yang benar tentang Kitab Suci tanpa perlunya "melakukan." Untuk mendorong ketaatan penuh kasih sebagaimana diamanatkan dalam Kitab Suci, pertimbangan-pertimbangan berikut ditawarkan. Sebagai orang modern, kita tergoda untuk melihat masalah ini dalam salah satu dari dua cara: sebagai masalah teori, yaitu orang benar-benar tidak memahami Kitab Suci karena jika sebaliknya, mereka pasti menerapkannya dalam kehidupan mereka; atau, sebagai masalah aplikasi. Cara yang kedua menunjukkan bahwa orang membutuhkan metode atau teknik untuk menghubungkan kembali pemikiran mereka dengan perbuatan mereka. Namun, pada kenyataannya, seluruh model teori-aplikasi inilah yang cacat.

Jika kita berharap untuk menghubungkan kembali pemikiran kita dengan perbuatan kita, kita harus mengubah modelnya. Alih-alih melihat Kitab Suci utamanya sebagai objek untuk dipahami, yang pada akhirnya harus coba kita terapkan melalui suatu teknik atau program, kita harus mengadopsi sesuatu yang lebih mirip dengan postur seseorang yang tunduk kepada Tisroc, tetapi dengan berdasarkan pelayanan yang penuh kasih, bukan dengan ketakutan yang seperti budak.

Sebagai seorang pendidik klasik Kristen, saya mengusulkan bahwa kita akan membutuhkan tata bahasa baru -- cara berbicara yang baru, cara membaca yang baru, rasa otoritas yang baru, dan antropologi yang diperbarui.

CARA BERBICARA BARU

Kita membutuhkan kosakata baru yang gambar-gambarnya tidak memunculkan aplikasi sebagai suatu metode, program, atau teknik. Kita cenderung memahami penerapan Kitab Suci dalam kehidupan dalam istilah mekanis, dengan bagian-bagiannya "diterapkan" sebagai perbaikan untuk aspek kehidupan yang rusak dan berdosa. Alkitab menjadi objek dan diperlakukan sebagai sumber untuk meningkatkan kehidupan dalam dunia yang jatuh. Pengudusan sering kali menderita akibat upaya reduksionistis untuk, pertama-tama mengubah ini, kemudian itu, aspek tertentu dari kehidupan seseorang. Pemahaman yang tidak memadai tentang kompleksitas kita yang holistik dan terintegrasi sebagai makhluk yang diciptakan menurut gambar Allah memperkuat pendekatan penerapan yang terpotong ini. Kitab Suci diperlakukan sebagai panduan untuk memperbaiki kehancuran kita, dengan banyak aplikasi yang dikhususkan hanya untuk teologi dan pandangan dunia kita.

CARA MEMBACA BARU

John Calvin, dalam pembahasannya tentang Kitab Suci, mengusulkan metode membaca yang baru ketika dia menulis, "Semua pengetahuan yang benar tentang Allah lahir dari ketaatan." Meskipun frasa ini sering dikutip, kesalahan paling umum dalam memahami Calvin adalah akibat dari kecenderungan kita untuk membalikkan klausanya. Sementara dia mengatakan bahwa pengetahuan yang benar lahir dari ketaatan, kita mengatakan bahwa ketaatan lahir dari pengetahuan yang benar. Kita harus belajar untuk melihat Kitab Suci bukan terutama sebagai teks yang harus ditafsirkan untuk membentuk pemahaman doktrinal kita, betapa pun perlunya itu, melainkan sebagai kata-kata yang ditujukan kepada murid-murid Tuhan, kata-kata yang didengar adalah untuk ditaati, dan dalam ketaatan itulah pemahaman dan pengetahuan yang benar itu muncul. Seperti nenek moyang kita, masalah kita bukanlah apa yang kita ketahui atau tidak ketahui, tetapi karena kita tidak taat.

RASA OTORITAS YANG DIPERBARUI

Benarlah ketika para malaikat memulai pengumuman mereka, "Jangan takut!" Namun, kita tidak lagi takut kepada Penguasa kita. Tidak ada yang tidak mematuhi Tisroc, tetapi Yesus dienyahkan dengan kejahatan tanpa hukuman. Teologi kita disimpulkan dengan pengampunan di kayu salib, mengabaikan bahwa Yesus bangkit, naik, dan bertakhta di sebelah kanan Bapa, tempat Dia menghakimi yang hidup dan yang mati.

ANTROPOLOGI YANG DIPERBARUI

Pemahaman yang sepenuhnya alkitabiah tentang kemanusiaan kita, yang menolak model teori-aplikasi dan iming-iming teknik, harus ditegaskan kembali. Kita adalah kesatuan tubuh dan jiwa, pikiran, kehendak, dan kasih sayang, yang diciptakan menurut gambar Allah. Kita dapat mendengar dan taat, bukan karena didorong oleh rasa takut yang merendahkan, melainkan karena ketaatan yang penuh kasih. Saat itulah kita dapat berkata bersama dengan Calvin, "Semua pengetahuan yang benar tentang Allah lahir dari ketaatan." (t/N. Risanti)

Diterjemahkan dari:

Nama situs:Ligonier

Alamat situs:https://www.ligonier.org/learn/articles/absorbing-and-applying-gods-word/

Judul asli artikel:Absorbing and Applying God's Word

Penulis artikel:Robert Ingram